Indonesia ini selalu punya starter BUMN yang bagus. Dulu sebelum
perusahaan telekomunikasi marak di dunia, Indonesia udah punya namanya BUMN
telekomunikasi terbesar di Asia, dan nomor empat di dunia namanya Indosat. Jadi
ceritanya gini pas waktu Sukarno jatuh, muncullah triumvirat Suharto, Sri
Sultan dan Adam Malik. Untuk merevitalisasi perekonomian Indonesia, Sri Sultan keliling
ke luar negeri, disana ia mendapatkan banyak saluran modal asing untuk membantu
Indonesia salah satunya adalah dari ITT. Dari sekian banyak modal asing yang
masuk itu, didirikanlah Indosat. Kemudian di tahun 1977, perkembangan
telekomunikasi luar biasa, suatu saat Suharto lagi duduk-duduk di beranda
rumahnya di Cendana, ia berpikir tentang proyek satelit Indonesia, Harto
ngelamun tentang pendaratan manusia ke bulan, tentang masa depan dunia yang
amat bergantung pada hubungan satu negara dengan negara lainnya. Lalu esoknya
ia panggil Ali ke bina graha dan bertemu dengannya. "Ali, kira-kira
Industri terbesar di Indonesia itu apa yang prospektif ? selain jual minyak
atau teknologi pesawat yang sekarang sedang dikembangkan oleh Habibie?"
Ali menjawab singkat "Telekomunikasi Pak", mungkin
karena background Ali ini intel jadi ia menganggap penting telekomunikasi, lalu
Suharto tanya lagi "Perusahaan apa yang bisa dijadikan perusahaan terbesar
negara untuk menguasai telekomunikasi" Ali ketawa sambil ngerokok "Ya
Indosat". Ketika Suharto terpilih jadi Presiden RI tahun 1978 Ali Murtopo
diangkat jadi Menteri Penerangan dan Suharto mulai berkonsentrasi pada Indosat.
Suatu saat di awal tahun 1980 ada catatan di meja kerjanya Suharto catatan itu
adalah profil Jonathan L Parapak.
Suharto suka dengan profil Parapak yang benar-benar anak desa tapi
menaklukan dunia, masa kecil Parapak sama persis dengan Suharto penggembala
sapi, Parapak menggembalakan sapi di Tana Toraja, di gunung yang jauh. Karena
adanya program Kolombo Plan dimana negara Non Blok mengadakan program beasiswa,
Parapak ikut beasiswa ke Amerika Serikat dan belajar ilmu telekomunikasi.
Setelah selesai kuliah telekomunikasi Parapak kerja di ITT, disana karirnya
nanjak terus, kemudian tak lama ia jadi boss di ITT. Suharto suka dengan orang
ini lalu ia suruh anak buahnya memanggil Parapak pulang ke Indonesia.
Parapak diperintahkan Suharto memimpin Indosat. Dengan jenius saat
itu Suharto menasionalisasi perusahaan Indosat yang tadinya milik asing dan
dijadikan BUMN. Parapak sendiri berkata pada Suharto "masa depan dunia itu
ada di telekomunikasi, setidak-tidaknya Indonesia harus memiliki perusahaan
negara yang bisa menguasai dunia melalui telekomunikasi" Suharto
manggut-manggut sambil memandang mata Parapak tajam, lalu ia tersenyum
"kamu bisa memajukan Indosat?"
"Siap Pak" jawab Parapak singkat.
Ternyata Parapak bisa memajukan Indosat dengan luar biasa gilanya,
di tahun 1985 dengan omset 146 milyar, Parapak bisa menciptakan laba sebesar
100 milyar. Indosat diliat banyak pengamat bisnis akan jadi mesin bisnis
telekomunikasi nomor satu di dunia, bila dikelola dengan tepat.
Estimasi Suharto ataupun Ali Murtopo ternyata benar masa depan
dunia adalah telekomunikasi tapi sayang sekarang Indosat bukan lagi milik
Pemerintah, sahamnya sudah dilego ke Temasek (Holding BUMN Singapura) lalu
Temasek menjual mayoritas saham Indosat ke Perusahaan Telekomunikasi Qatar,
-Qtel-. Padahal Indosat adalah salah satu BUMN yang kemungkinan bisa membangun
jaringan telekomunikasi menyeluruh di Indonesia, dengan Indosat
setidak-tidaknya kota-kota besar Indonesia terjaring oleh WIFI dengan gratis.
Laba perusahaan itu bisa disalurkan untuk membangun fungsi-fungsi umum
masyarakat seperti sekolah, puskesmas dan percepatan pembangunan ekonomi di daerah.
Dulu di tahun 1957 keadaan ekonomi Indonesia kacau, para politisi
berantem dengan pemerintah di Parlemen. Soal-soal ekonomi jadi rebutan diantara
mereka, sumber-sumber daya alam sama sekali tak tergarap. Pusing dengan soal
beginian kemudian pemerintah nunjuk Angkatan Darat kelola sumber daya alam.
Nasution ketumpuan kerjaan, dia bingung kemudian dia nunjuk Kolonel Ibnu Sutowo
yang udah pengalaman ngelola minyak di Palembang.
Saat itu Indonesia nggak ada modal, nggak ada tenaga ahli, apalagi
orang-orang bule diusirin semua karena agenda perebutan Irian Barat. Ibnu
Sutowo lalu puter otak untuk ngembangin apa yang dikasih tugas Nasution, lalu
Ibnu manggil anak buahnya : Mayor Geudong, Mayor Harjono dan Kapten Affan.
"Beginilah kita hanya modal lima meja, dua sepeda kita disuruh bangun
perusahaan minyak" kata Ibnu sambil matanya menerawang kosong ke muka.
Tapi kemudian Ibnu bergerak cepat, dia ketemu dengan Insinyur
Andono ahli minyak Indonesia didikan Belanda. Lewat Andono pula disarankan
bikin legalitas perusahaan, Ibnu menamai perusahaan minyaknya Permina,
singkatan dari Perusahaan Minyak Negara .
Lalu Ibnu mendaftarkan perusahaan minyak negara itu lewat namanya.
Setelah urusan legalitas selesai Ibnu duduk bengong ia tak tau harus berbuat
apa. Tak sengaja ia membaca buku Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 : "Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat" Ibnu tercenung lalu
ia berpikir pasti ada jalan.
Benar saja seminggu kemudian ada permintaan minyak dari Singapur,
dari permintaan kecil ini kemudian berkembang Ibnu Sutowo mampu menyusun armada
tanker minyak milik Permina, lalu Ibnu dengan cerdas membeli asset Shell yang
kelak kemudian Asset itu digunakan dalam tawar menawar pengambilalihan konsesi
Shell di Indonesia. Sukarno kagum lalu ia meminta Ibnu duduk menjadi Menteri
Energi dalam kabinet Sukarno, sepeninggal Djuanda tahun 1963.
Sukarno memimpin kabinetnya sendiri dia didampingi tiga Waperdam
yaitu : Chaerul Saleh, Leimena dan Subandrio. Chaerul Saleh mengurusi masalah
ekonomi. Chaerul Saleh ini ambisinya mengakhiri seluruh konsesi minyak asing di
Indonesia, dan membangun dengan modal sendiri. Ibnu Sutowo melarang untuk
melakukan itu karena memang modal belum kuat, Ibnu minta Cherul maen cantik
"Kita akan mengakuisisi perusahaan minyak asing satu persatu, tapi
manfaatkan modal mereka dulu" hal ini kemudian disampaikan Sukarno. Saat
itu Sukarno membaca laporan perkiraan potensi kekayaan alam Indonesia.
Sukarno amat yakin Indonesia adalah negara terkaya di dunia, ia
juga percaya suatu saat perusahaan minyaknya akan mencaplok satu persatu
perusahaan minyak asing. Setelah membaca laporan ini Sukarno lalu bertindak
menantang negara Imperialis. Karena Inggris dan Amerika Serikat ngiler dengan
banyaknya sumber alam di Indonesia, mereka ingin caplok Indonesia satu per satu
wilayah yang kaya sumber daya alam.
Beruntung rasa nasionalisme Indonesia begitu kuat, banyak
pertimbangan dari CIA dan masukan dari Inggris bahwa susah menyerang Indonesia,
pasti kalah. Rakyat negeri ini terkenal gila perang bahkan salah seorang intel
Inggris berkata pada agen CIA "Sebenarnya Belanda itu bukan menguasai
Indonesia 350 tahun, tapi perang dengan orang-orang Indonesia selama 350 tahun".
Setelah perebutan Irian Barat berhasil, Inggris menggunakan
senjata paling mematikan untuk menghadapi Indonesia yaitu : Operasi Intelijen.
Lewat pembentukan Federasi Malaysia, Inggris mulai mengecoh Indonesia. Inggris
tau, sejak awal milisi-milisi sabah dan sarawak punya hubungan dengan Indonesia
kalau Sarawak, Brunai dan Sabah itu dikitik-kitik maka Sukarno akan terpancing.
Awalnya Sukarno tak begitu peduli soal Federasi Malaysia, tapi kemudian
Malaysia mancing kemarahan Sukarno dengan amat sinting, beberapa pemuda
Malaysia memaksa Tunku Abdulrachman menginjak foto Sukarno dan lambang negara
Garuda Pancasila.
Provokasi ini ternyata berhasil memancing kemarahan Sukarno,
sementara dilapangan Angkatan Darat dan PKI semakin meruncing pertarungannya.
Dan terjadilah Gestapu 65 yang kemudian menyudahi seluruh rencana Sukarno untuk
mengakuisisi seluruh perusahaan asing dan tambang asing ke dalam perusahaan
negara. Di masa inilah Ibnu Sutowo bertahan untuk tetap menghidupkan Permina.
Di tahun 1966 Suharto meminta apakah Ibnu terus pegang Permina atau jadi
Menteri Energi, Ibnu milih tetap jadi Direktur Permina, ia punya visi sendiri
dengan konsep bagi hasil unggul.
Saat itu juga Suharto ngangkat Bratanata jadi Menteri Energi.
Antara Bratanata dan Ibnu saling nggak akur, Bratanata konsepnya kontrak karya
sementara Ibnu punya konsep bagi hasil unggul, Ibnu berpegangan seluruh
perusahaan minyak asing harus dipegang manajemennya oleh Indonesia, Pemerintah
memegang seluruh lini bisnis minyak dari atas sampai paling bawah, dengan jalan
ini maka diharapkan akan ada perusahaan minyak raksasa yang akan jadi pendorong
tumbuhnya bisnis baru. Persaingan antara Bratanata dan Ibnu kemudian
dimenangkan oleh Ibnu, lalu Ibnu meneruskan konsepnya yang kemudian amat
berhasil. Tahun 1969 Menteri Bratanata diganti oleh Prof. Soemantri
Brodjonegoro yang sevisi dengan Ibnu dalam membentuk satu perusahaan tunggal
minyak, lalu Permina diganti jadi PN Pertamina : perusahaan ini penyatuan
antara perusahaan penyalur hasil minyak ke masyarakat Pertamina dengan
perusahaan tambang minyak bumi Permina, Ibnu lalu dibenci kelompok pasar bebas
dibawah komando Widjojo Nitisastro, pihak Widjojo tidak suka ada perusahaan
besar yang dikelola tanpa persaingan. Ibnu juga terlalu flamboyan dalam
memperlihatkan kegagahan Pertamina.
Dibawah Ibnu Pertamina menggurita, di tahun 1970 ditemui banyak
tambang-tambang minyak baru yang bikin kelojotan mata perusahaan tambang asing,
tapi Pertamina dibawah Ibnu dengan keras kepala akan mengelola sendiri
tambang-tambang itu. Pertamina adalah perusahan konglomerasi pertama di
Indonesia yang kemudian pola-nya diikuti oleh banyak holding company BUMN di
tahun 1980-an seperti Temasek atau Petronas. Ibnu banyak membuat perusahaan dan
mengakuisisi usaha-usaha yang prospektif.
Taruhan terbesar Ibnu adalah saat membangun tambang gas, Ibnu
melihat gas akan jadi komoditi terbesar dunia. Dengan masuk ke bisnis LNG yang
saat itu teknologinya masih dikuasai negara maju seperti Jepang, Ibnu nekat ia
berpikir dengan masuk ke LNG ini saja bisa melunasi hutang nasional yang saat
itu berjumlah 6 milyar dollar. Bisnis LNG yang mustahil dikerjakan orang
Indonesia dan ini sempat dikatakan oleh orang Jepang ternyata berhasil
dilakukan. Ibnu mengerjakannya dengan baik, kelak perusahaan LNG di Kalimantan
Timur jadi perusahaan gas terbesar di Asia.
Pertamina mustinya memiliki itu semua. Lalu Ibnu melakukan
pinjaman jangka panjang perusahaan 20 tahun untuk meneruskan proyek-proyek
pemerintah yang seperti Krakatau Steel dan Otorita Batam. Yakin dengan cairnya
dana pinjaman jangka panjang, Ibnu bikin kontrak pinjaman jangka pendek untuk
mempercepat proyek, ia melakukan short term debt dengan jaminan long term debt
udah akan keluar. Ternyata Ibnu dijegal long term debt 1,6 milyar gagal cair.
Ibnu sendiri sudah diserang kanan kiri, karena tuduhan korupsi.
Mochtar Lubis kupingnya gatal tiap hari kerjaannya ngetik bikin
artikel untuk nyerang Ibnu di korannya Indonesia Raya. Kelompok Mafia Barkeley
tidak menyukai Ibnu karena prinsip Ibnu yang keras kepala nasionalisme-nya
untuk menguasai tambang-tambang di Indonesia dan ambisi Ibnu agar Pertamina
menjadi satu-satunya perusahaan energi terbesar di Indonesia yang divisi kan
jadi perusahaan energi terbesar di dunia.
Bagi kelompok pasar bebas hal ini akan menghalangi gerak laju
modal mereka, maka dengan jalan politik yang penuh intrik, rumit dan njlimet
Ibnu tersingkirkan. Ia ditendang dari Pertamina dengan label cap buruk. Padahal
orang inilah yang membangun Pertamina hanya dengan bermodalkan lima meja dan
dua sepeda jadi perusahaan energi terbesar di Asia . Sepeninggal Ibnu Sutowo,
konsep kontrak karya dijalankan, tambang-tambang alam dikuasai oleh pihak
asing, manajemen bukan kita yang memegang. Pada akhirnya kita tidak berdaulat
atas kekayaan alam sendiri. Pasal 33 UUD dibuang ke tempat sampah, rakyat
miskin sementara di depan matanya hasil-hasil tambang diangkut ke luar negeri.
Mustinya Pertamina apabila berjalan dengan kuat visi
nasionalismenya dan tidak membiarkan tambang dikuasai asing, akan jadi
perusahaan minyak bumi terbesar di dunia. Pertamina mungkin bisa membeli klub
sebesar Chelsea atau Arsenal atau Barcelona dengan kekayaannya. Tapi kita lihat
sekarang dibandingkan dengan Petronas-pun Pertamina tidak ada apa-apanya. Yang
diurusin Pertamina cuman jualan bensin, mustinya Pertamina sudah mengakuisisi
dimana-mana perusahaan minyak besar di manapun disudut bumi dan hasilnya untuk
kekayaan warga negara Indonesia.
Krakatau Steel adalah juga cerita suramnya jalan sejarah BUMN
kita. Krakatau Steel (KS) awalnya adalah sebuah ide yang dihidupkan oleh
Chaerul Saleh pada sebuah sore saat ia ngobrol-ngobrol dengan Menteri Djuanda
di tahun 1957 saat itu juga hadir Semaun salah seorang eks menteri besar
Stalin. Chaerul Saleh baru saja pulang dari Jerman Barat, ia disuruh sekolah
oleh Sukarno karena ia dikejar-kejar oleh pasukan Nasution karena pasukan
Chaerul Saleh di jaman Revolusi menolak kesepakatan KMB 1949.
Chaerul Saleh lalu lari ke Gunung Bunder dan bergerilya disana
sembari nembakin pos-pos milik TNI. Suatu hari Chaerul Saleh disuruh turun
gunung oleh beberapa penggede Partai Murba dan lewat bantuan seseorang dibawa
ke Sukarno lalu dilarikan ke Jerman Barat. Di Jerman Barat Chaerul
memperhatikan bahwa masa depan dunia akan bergantung pada industri-industri
raksasa, dan industri yang amati akan jadi tulang punggung kemajuan negara
adalah industri baja. Semaun langsung menanggapi omongan Chaerul Saleh tentang
industri baja "Asal kamu tau aja Rul, di Kalimantan itu semua tanahnya
besi semua. Itulah sebabnya di Kalimantan tak ada kuda, bisa ompong kuda kalo
makan tanah yang mengandung biji besi" Chaerul dengan mata membulat
menyetujui omongan Semaun. Kemudian ketika Djuanda diangkat jadi Perdana
Menteri pada Kabinet Kerja (Zaken Kabinet), Chaerul dipilih Djuanda untuk membidangi
industri, lalu Chaerul mulai melakukan lobi-lobi ekonomi ke sejumlah negara
lewat jalur Adam Malik, Chaerul mencoba mendekati Moskow. Akhirnya pada tahun
1960 lobi itu berhasil Chaerul Saleh mendapatkan modal moskow dan mendirikan
Pabrik Baja Trikora Cilegon. Pemilihan Cilegon dijadikan pabrik baja karena
pelabuhan Banten adalah pelabuhan terbaik di dunia, kelak Pelabuhan Banten akan
jadi pelabuhan dagang paling besar di Asia dengan tumbuhnya industri baja
disini maka pelabuhan Banten akan jadi pusat dari jaringan pelabuhan-pelabuhan
yang ada di Indonesia. Proses pembangunan terus berlangsung, kemudian datanglah
Gestapu 65. Saat itu Chaerul Saleh jadi Waperdam III Sukarno membidangi soal
Ekonomi.
Chaerul Saleh adalah Menteri yang diincar oleh asing karena
kebijakannya selalu keras soal modal asing dan ingin mengakuisisi seluruh
tambang-tambang alam hanya untuk milik Indonesia dan digunakan guna kemakmuran
rakyat banyak. Kemudian Chaerul Saleh dipenjarakan karena ia tetap mendukung
Sukarno, Chaerul Saleh sendiri mati secara misterius tahun 1967. Kabarnya ia
meninggal di WC rumah tahanan.
Proyek Pabrik baja dilanjutkan, dengan bantuan modal Pertamina
lalu Pabrik Baja PT Trikora diganti namanya jadi Krakatau Steel tahun 1970.
Pabrik baja ini dibangun dengan modal raksasa tapi kita tahu hasil akhirnya
BUMN ini tidak begitu mencorong value-nya, bahkan dengan perusahaan Mittal-pun
kalah. Mittal adalah orang India miskin yang merantau ke Jakarta kemudian naik
kereta kelas ekonomi ke Surabaya, menumpang nginap di rumah Sinivasan di
Surabaya lalu dengan kerja kerasnya ia bikin pabrik baja di Waru Jawa Timur
dengan modal itu ia lalu membeli pabrik-pabrik yang merugi kemudian membuatnya
kinclong. Dengan kemampuan inilah ia mengakuisisi pabrik-pabrik baja besar. Saat
ini Mittal adalah orang terkaya di dunia. Krakatau Steel tidak seperti itu ia
malah jadi perusahaan BUMN yang lamban, mustinya dengan modal yang raksasa dan
pengalaman yang panjang KS bisa menguasai industri baja dunia. Tapi sekarang
sahamnya dijual murah di lantai bursa.
Pendahulu-pendahulu kita mewarisi modal yang amat raksasa, tapi
kita selalu dikibulin asing dan tidak bervisi ke depan, peneliti harus
membongkar sejarah keterpurukan BUMN kita dengan kartu mati-kartu mati yang
dipegang pejabat demi kekayaan pribadi, juga meneliti soal corporate culture
tiap BUMN. Sesungguhnya BUMN kita masih banyak, ratusan jumlahnya kalau itu
direvitalisasi dan dijadikan satu perusahaan kuat yang efektif, BUMN kita bisa
seperti Temasek dan membeli banyak perusahaan sakit lalu menyehatkannya kembali
dan menjadi aset nasional kita atau memborong aset-aset negara yang sakit. Tapi
ini tidak BUMN kita menjadi sarang kemunduran ekonomi bangsa ini. Kita belum
terlambat, setelah berakhirnya rezim brengsek SBY generasi muda harus melihat
potensi BUMN sebagai sumber terbesar kekayaan bangsa untuk dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kelak bangsa ini tidak akan lagi
mengekspor babu, tidak akan lagi ditertawakan dunia Internasional, kalau kita
dari sekarang jelas arahnya mau kemana. Kekayaan bangsa ini luar biasa. Dan
jalan untuk menasionalisasi aset-aset asing tak harus dengan politik, bisa juga
dengan jalan ekonomi lewat kecerdikan bisnis, asal tujuannya memang untuk
memperkaya bangsa.
(Dikutip dari posting Anton Dwisunu HN di Facebook)